Jakarta, Dialogi.id — Pemerintah Indonesia terus memperkuat arah transformasi pariwisata nasional menuju model pembangunan yang lebih berkualitas, inklusif, dan berkelanjutan. Fokus utama tahun 2025 bukan lagi pada jumlah kunjungan semata, melainkan pada nilai ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dihasilkan oleh aktivitas wisata.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, menegaskan bahwa paradigma baru ini menjadi kunci dalam menjawab tantangan global, termasuk perubahan iklim, pergeseran perilaku wisatawan, serta kebutuhan akan keseimbangan antara ekonomi dan ekologi. “Kami tidak lagi mengejar angka, tetapi kualitas pengalaman, kesejahteraan masyarakat lokal, dan keberlanjutan lingkungan,” ujar Sandiaga dalam forum Tourism for Future Indonesia 2025.
Transformasi ini juga didukung oleh penguatan lima Destination Management Organization (DMO) di kawasan prioritas seperti Labuan Bajo, Mandalika, Borobudur, Likupang, dan Toba. Pendekatan ini menekankan tata kelola kolaboratif antara pemerintah daerah, pelaku industri, dan komunitas lokal agar pariwisata benar-benar menjadi penggerak ekonomi rakyat.
Selain itu, strategi digitalisasi terus digalakkan melalui program Smart Tourism Ecosystem yang mengintegrasikan data pengunjung, transportasi, dan layanan berbasis aplikasi untuk meningkatkan efisiensi serta pengalaman wisatawan. Di sisi lain, sertifikasi Green Tourism dan pelatihan ekowisata berbasis komunitas menjadi instrumen utama menjaga keberlanjutan lingkungan.
Para pengamat menilai, arah kebijakan 2025 ini menandai babak baru dalam evolusi pariwisata Indonesia: dari sekadar tujuan rekreasi menjadi arena pembangunan manusia dan alam yang harmonis.
Dengan fondasi yang kuat di tahun 2025, Indonesia menatap masa depan pariwisata yang tidak hanya indah dipandang, tetapi juga berdaya tahan, berdaya saing, dan berdaya hidup bagi seluruh masyarakatnya.
