Dialogi.id — Jakarta, 15 Oktober 2025.
Pemerintah Republik Indonesia resmi membuka kembali akses perdagangan karbon internasional setelah empat tahun mengalami penangguhan sejak 2021. Keputusan strategis ini ditetapkan melalui dekrit presiden terbaru, yang menandai babak baru dalam komitmen nasional menuju ekonomi hijau dan target net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.
Langkah ini merupakan bagian dari kebijakan transformatif untuk menyeimbangkan ambisi pertumbuhan ekonomi dengan tanggung jawab ekologis. Melalui pembukaan kembali ekspor kredit karbon, Indonesia menegaskan posisinya sebagai pemain utama dalam arsitektur perdagangan karbon global, sekaligus memastikan setiap transaksi memiliki akurasi verifikasi dan integritas lingkungan yang tinggi.
Pemerintah juga memperkenalkan registri karbon nasional yang transparan dan terintegrasi, bertujuan mencegah terjadinya penghitungan ganda (double counting) dan menjamin kredibilitas data emisi di tingkat internasional. Sistem ini dirancang agar seluruh aktivitas perdagangan karbon — baik domestik maupun lintas batas — berada di bawah mekanisme pengawasan dan akuntabilitas publik.
Kebijakan pelonggaran ini tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga menjadi refleksi dari orientasi geopolitik baru Indonesia dalam isu iklim global. Dengan membuka kembali jalur perdagangan karbon internasional, Indonesia memberikan sinyal kuat bahwa transformasi energi bersih dan investasi berkelanjutan bukan lagi sekadar agenda normatif, melainkan strategi ekonomi jangka panjang.
Melalui kebijakan ini, pemerintah mengundang partisipasi aktif dari pelaku industri, lembaga keuangan, dan masyarakat sipil untuk membangun ekosistem hijau yang produktif dan berkeadilan. Indonesia kini menapaki fase baru dalam diplomasi lingkungan: dari sekadar komitmen menjadi pelaku aktif yang menyeimbangkan kepentingan ekonomi, kedaulatan sumber daya, dan keberlanjutan planet.
